Pengalaman pleuritis TB dengan efusi pleura dan asites part 2

Oke, kita lanjutkan perjalananku sebagai penyintas pleuritis TB di part 2 ini. Semoga kalian masih betah membacanya ya, heheheh. Yang belum baca part 1 bisa baca disini pengalaman pleuritis tb dengan efusi pleura dan asites.

Tanggal 21 Oktober 2019

Hari ini aku ke RSUP lagi melalu jalur umum untuk berobat ke dokter penyakit dalam. Aku berobat kesana karena aku kembali demam dan aku berpikir apa ini gara-gara cairan di perutku kah ya. Aku kembali parno, karena hasil pemeriksaanku belum keluar. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk hasilnya. Untuk pemeriksaan sputum/ dahak membutuhkan 2 hari, sedangkan pemeriksaan lain sekitar 7 hari kerja.

Aku mengeluhkan ketakutanku tentang adanya cairan di perutku dan berkata pada dokter apa mungkin aku kembali terkena tipes. Karena bulan November aku di diagnosa tipes oleh dokter umum.

Akhirnya atas keluhanku tersebut dokter memeriksaku dan memintaku untuk di periksa darah lengkap. Saat pemeriksaan keluar dokter mengatakan aku mengalami anemia. Aku masih kekeh apa karena tipes, akhirnya dokter menjelaskan kepadaku saat aku menunjukkan hasil tes widal di RS swasta waktu itu. Hasil menunjukkan 1/40, kata dokter jika benar positif tipes harusnya hasil tes widal setidaknya 1/300. Seketika aku terdiam dan menyadari bahwa dari awal aku memang tidak sakit tipes wkkwkwkwk.

Tanggal 30 Oktober 2019

Hasil tes sudah ada di tangan, dan hari ini aku langsung menuju poli paru non infeksi untuk berkonsultasi terkait semua hasil pemeriksaan yang sudah keluar. Dokter menjelaskan hasil pemeriksaan, untuk pemeriksaan sputum tidak didapatkan bakteri yang terkandung di dalam air liurku (negatif), kemudian untuk hasil cairan pleura menunjukkan cairan mengarah ke transudat. Bagi kalian yang penasaran tentang transudat bisa baca disini mengenal efusi pleura, cairan di pleura. Sedangkan untuk hasil ADA test, dokter mengatakan hasilku hanya naik 4 point dari batas normal. Dan sebenarnya untuk di tegakkan diagnosis TB hasil biasanya menunjukkan diatas 100.

Aku juga mengeluhkan kepada dokter bahwa aku mengalami keringat malam yang berlebih sudah beberapa hari ini. Karena dokter masih agak meragukan dengan hasil pemeriksaan cairan pleuraku yang menunjukkan mengarah ke transudat, sehingga dokter menyarankanku untuk melakukan pemeriksaan ANA test (Antibodi Anti-Nuklear). Dokter ingin menyingkirkan kemungkinan cairan pleura dan asitesku berasal dari penyakit lain, yaitu SLE/ Lupus. Yang ingin tahu seputar lupus/ SLE bisa di cek disini lupus.

Dokter menjelaskan secara singkat tentang ANA test. Ana test adalah pemeriksaan untuk mengetahui kadar aktivitas antibodi pada darah yang melawan tubuh (reaksi autoimun). Berikut ini link buat kalian yang penasaran terkait ANA test, pemeriksaan ANA test atau ANA test.

Oh ya aku juga mengeluhkan dadaku berdebar kencang, dan dokter memberikanku resep untuk membantu menstabilkan debaran jantungku. Untuk pemeriksaan ini aku melalui jalur mandiri ya.

Tanggal 1 November 2019

Hari ini aku ke lab swasta berbekal surat pengantar lab dari dokter paru di RSUP. Aku hari ini melakukan pemeriksaan ANA test dan tes urin. Tidak membutuhkan waktu lama pemeriksaan selesai. Hasil juga bisa diterima malamnya, tapi aku memutuskan untuk mengambilnya esok hari.

Harga untuk pemeriksaan ANA test 720 ribu, sedangkan untuk pemeriksaan urine lengkap 67 ribu.

Tanggal 5 November 2019

Hari ini aku kembali ke poli paru RSUP dengan membawa hasil pemeriksaan ANA test dan urine. Dokter membacakan hasilnya, dan hasil ANA test ku negatif, sedangkan untuk urinku mengandung darah dan lekosit. Kata dokter itu bisa normal, karena wanita kadang suka mengalami infeksi.

Dari hasil tersebut dokter memutuskan untuk memberikan aku terapi OAT dengan pertimbangan nilai ADA test ku yang naik 4 point. Walaupun secara pasti harusnya diatas 100 baru dinyatakan TBC, tapi untuk mengantisipasi dokter akan memberikanku obat TBC selama 6 bulan, apalagi aku juga mengalami keringat yang berlebih saat malam hari. Di karenakan ini penyakit yang cukup mematikan jika tidak di obati, dokter akhirnya mempertimbangkan untuk pemberian terapi OAT (Obat Anti Tuberkulosis).

Dokter menyarankanku untuk memakai BPJS saja, tapi karena waktu itu aku masih bingung agar aku bisa mendapatan rujukan ke RS tipe A (RSUP) bagaimana dan takut membuang waktu lebih lama, jadinya aku memutuskan memakai umum saja. Dokter mewanti-wanti kemungkinan mahalnya biaya obat, karena nanti akan mendapatkan sekitar 90 biji, sehari minum 3 biji. Jadi perhitungan sehari obatnya sekitar 21 ribuan. Kalo harus minum sebulan ya dikalikan saja, kira-kira sekitar 610 ribuan. Dan ada obat-obat pendamping untuk mengamankan fungsi hati/ liver. Obat lain yang di resepkan ada B6 dan curcuma.

Aku setuju saja, pikirku agar cepat sembuh. Karena aku tau bahayanya sakit TBC jika tidak segera ditangani.

Penjelasan dari dokter

Akhirnya dokter menjelaskan lebih rinci. Dokter mengatakan penyakitku ini pleuritis TB, TB ekstra paru. Dimana bakteri menginfeksi selaput paru-paruku (pleura) sehingga menyebabkan adanya cairan pleura yang berlebihan. Tapi kemungkinan kecil aku untuk menginfeksi orang lain, karena bakteri tidak terkandung didalam air liurku.

Dokter menjelaskan dalam masa pengobatan dengan OAT dibagi 2 fase. Fase intensif dan fase lanjutan. Fase intensif akan dilakukan selama 2 bulan pertama menggunakan obat 4FDC/ 4KDT dan diminum setiap hari, kemudian dilanjutkan fase lanjutan dimana nanti hanya mengkonsumsi 3 kali dalam seminggu dan hanya 2 obat saja. Untuk fase lanjutan, dokter dan aku sepakat meminum obat pada hari senin, rabu, jumat.

Untuk obat 4FDC terdiri dari 4 komponen obat, rifamcipin 150 mg, isoniazid 75 mg, pyrazinamid 400 mg, ethambutol 275 mg. Ini komposisi dalam 1 tablet ya. Untuk pengobatan intensif setiap hari obat ini diminum 3 biji, 2 jam sebelum makan pagi. Untungnya ada obat yang menyediakan 4 komponen dalam 1 obat ni, kalo nggak kebayang dong banyaknya tuh obat yang harus di minum. Secara kebutuhan harian aja untuk rifamcipin 450 mg, isoniazid 225 mg, pyrazinamid 1200 mg, ethambutol 825 mg. FIX banget kalo kalian sedang pengobatan OAT jangan lupa banyak minum air putih ya! Minimal 2 liter harus tercapai! agar kerja ginjalnya nggak berat.

Oh ya, ketentuan berapa biji obat perhari di tentukan dari BB ya, jadi semakin besar BB seseorang jumlah obatnya juga lebih banyak begitu pula sebaliknya. Kebetulan BB ku 41 kg, jadi aku konsumsi 3 biji OAT setiap harinya. Untuk jelasnya bisa baca seputar OAT disini ya OAT atau disini ni Obat anti tuberkulosis lengkap banget buat pengetahuan seputar OAT dari fungsi, efek samping sampai jumlah dosisnya.

OAT 4FDC
OAT 4FDC/ 4KDT

Lanjutan penjelasan dokter

Dokter juga menjelaskan kemungkinan efek samping yang akan kualami saat meminum OAT, mulai dari mual ringan, kencing merah (untuk kencing merah tidak apa apa, karena ini pengaruh dari komponen obat rifampicin). Jika aku mengalami mata/ badan kuning, BAK bewarna teh, nyeri sendi dan bengkak, muntah berat maka aku harus segera kontrol kembali.

Dokter juga menjelaskan nanti aku akan di ronsen toraks ulang sebulan setelah pengobatan intensif, akan dilakukan pemeriksaan sputum di akhir bulan ke 2 pengobatan. Dan di bulan ke 6 pengobatan akan di periksa sputum, ronsen toraks ulang dan usg abdomen (mengingat aku juga mengalami asites di perut). Dokter berkata jika ini memang bukan karena penyakit lupus, maka nanti hasil ronsen toraks setelah 1 bulan terapi OAT akan menunjukkan hasil yang baik. Dokter juga menekankan asites juga bisa hilang dan terserap tubuh jika pengobatan OAT tepat sasaran.

Kemudian dokter memberikan aku kartu kuning, sebagai kartu kontrol untuk pengobatan TB. Kartu ini harus di bawa setiap kali berobat. Aku punya contoh fotokopiannya ni tapi tidak bewarna kuning. Sekedar informasi, kartu kuning yang asli sudah di tarik kembali sama RSUP nya saat pengobatan kita sudah selesai, dan memang kartunya bewarna kuning ya.

kartu kuning penanggulangan TB bagian depan
kartu kuning penanggulangan TB bagian depan
kartu kuning penanggulangan TB bagian belakang
kartu kuning penanggulangan TB bagian belakang

Dokter menekankan untuk patuh minum obat. Jangan sampai kelewat hari atau bolong-bolong. Kepatuhan minum obat menentukan keberhasilan pengobatan. Agar bakteri juga tidak resisten dengan OAT. Kalo sampai bolong-bolong bisa-bisa ngulang lagi dengan dosis yang lebih besar.

Konsultasi sudah selesai, saatnya aku pergi ke kasir pembayaran dan memasukkan resep ke farmasi. Aku mendapatkan resep obat OAT, vitamin B6, dan curcuma. Untuk curcuma di minum 2 kali setiap hari, sedangkan B6 diminum sekali sehari. Dokter juga membekali aku surat pengantar ronsen dada dan tes urin untuk jadwal kontrol bulan depan.

Di Farmasi RSUP

Saat memasukkan resep obat di farmasi, bagian farmasi mengatakan bahwa obat OAT di tanggung oleh pemerintah. Karena ada program penanggulangan TB se-Indonesia, jadi aku tidak usah membayar untuk obat merah/ 4FDC/ 4KDT. Hanya saja vitamin B6 dan curcumanya aku harus membayar dulu di kasir khusus pembayaran obat. Aku bersyukur banget ternyata aku tidak perlu mengeluarkan uang untuk OAT. Tau sendiri kan tadi kisaran harganya berapa. Bisa bikin kantong beneran jebol wkwkkwkw. Oh ya, waktu itu syarat untuk aku bisa mendapatkan OAT secara gratis hanya dengan melampirkan 1 lembar fotokopi kartu kuning yang tadi aku dapat dari dokter paru.

Oh ya untuk harga B6 dan curcuma mohon maaf ya aku beneran lupa harganya berapaan heheehee. Tapi seingetku sih untuk B6 nya murah, kalo yang curcumanya agak mahal. Soalnya harus beli 60 biji.

Tanggal 6 November 2019

Hari ini hari pertama aku memulai OAT. Ada rasa cemas, secara obat yang di minum lumayan banyak dan gede-gede banget bentukannya ya Allah. Si obat merah ini yang nahan banget bentukkannya. Mana sekali minum 3 biji lagi. OAT ku minum 2 jam sebelum sarapan. Jadi sehabis aku solat subuh sekitar jam setengah 6 pagi aku konsumsi obat ini. Dokter mengingatkan kemaren kalo bisa obat ini selalu di minum di jam yang sama, agar khasiatnya lebih maksimal. Jangan sampai putus obat!

Reaksi obat 

Reaksi obat di aku setelah biasa saja. Aku tidak mengalami mual muntah. Malah mau muntah pas minum obatnya. GEDE banget cui! Nggak boong aku! Dibandingkan dengan obat cacing combantrine aja, ini obat terbesar yang pernah aku konsumsi wkwkwkkww.

Selang 1 jam aku konsumsi obat OAT aku pipis, dan memang warna pipisnya kemerahan gitu tapi bukan berdarah loh ya. Aku sampai menampung pipisku untuk membuktikan kalo aman aja nggak sampai bewarna teh. Agak parno maklum obat keras sih yang ku konsumsi.

Secara keseluruhan tidak ada masalah aku mengkonsumsi OAT di hari ini. Obat yang lain juga ku seling-seling minumnya. Obat curcuma setelah sarapan pagi. Siang minum vitamin B6, malam minum curcuma lagi. Selesai deh.

Tanggal 7 November 2019

Masih sama seperti hari sebelumnya. Aku konsumsi obat OAT 2 jam sebelum sarapan jam setengah 6 pagi. Dan masih sama, masih kesulitan untuk menelan ni obat segede gaban. Jadi ada berasa sensasi mau muntah karena keselek ni obat. Sensasi kesulitan minum obat ini berlaku hampir satu bulan lamanya wkwkwkkw.

Hari ini aku merasakan ada efek samping lain dari OAT, BAB ku bewarna merah, tapi bukan darah. Ini juga karena efek dari rifampicin. Jadi masih aman dan wajar aja kok.

Rutinitas obat yang lain tetap sama di minum seperti hari sebelumnya. Dan ini berlaku sampai bulan ke dua pengobatan (bulan desember).

Tanggal 3 Desember 2019

Hari ini aku berobat lagi ke poli paru. Kali ini aku sudah pindah berobat ke poli paru infeksi, karena TBC termasuk dalam penyakit yang di tangani di poli ini. Untuk dokter yang menangani tetep sama kok tidak ada perubahan.

Oh ya lupa, untuk pengobatan TB jangan sampai putus atau henti obat ya. Jadi sebisa mungkin di perhitungkan kapan obat mau habis. Jadi bisa datang kembali ke rumah sakit sebelum obat habis. Setidaknya ada jarak beberapa hari sebelum obat abis sudah ke rumah sakit. Dokter juga biasanya membantu untuk menghitung kapan lagi akan kontrol. Dan disinilah fungsi kartu kuning pengobatan TB berguna. 

Dokter mengingatkan jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan ronsen dada dan urine lengkap untuk mengetahui 1 bulan setelah pengobatan. Dokter juga mengatakan agar segera kontrol saat sudah mendapatkan hasil dari pemeriksaan tersebut.

Untuk kontrol kali ini aku masih menggunakan umum ya. Dan sistem tebus obat di farmasi juga masih sama seperti bulan kemaren. Aku juga masih mendapatkan OAT sebanyak 90 biji, vitamin B6 30 biji, dan curcuma 60 biji. Cara konsumsi obatnya juga masih sama ya.

Tanggal 5 Desember 2019

Hari ini sesuai surat pengantar yang ku peroleh dari dokter paru, aku di jadwalkan untuk melakukan ronsen toraks dan pemeriksaan urine lengkap. Aku melakukannya di laboratorium swasta dengan membawa surat pengantar.

Pemeriksaannya cepat dan hasilnya juga bisa langsung jadi malam harinya. Tapi seperti biasa aku ambil esok harinya saja. Untuk harga ronsen dada 295 ribu sedangkan untuk urine lengkap 67 ribu.

Tanggal 6 Desember 2019

Hari ini tiba-tiba aku berpikir, bagaimana kalo aku menggunakan BPJS ku saja untuk pengobatanku ini. Mengingat sudah lumayan banyak biaya yang ku keluarkan. Kan setidaknya lumayan untuk biaya kontrol ke dokter dan pengobatan bisa di cover BPJS. Kalau ada pemeriksaan lab-lab lagi juga bisa tercover. Lagipula sekarang pengobatanku sudah masa stabil. Tidak perlu tindakan cepat tanggap lagi seperti awal-awal pengobatan kemaren.

Akhirnya aku memutuskan untuk meminta surat rujukan saja untuk ke RS tipe A (RSUP) tempat aku berobat. RSUP termasuk faskes tingkat ketiga atau lanjutan ya. Jadi harus minta surat rujukan dari faskes tingkat kedua dulu.

Sekedar informasi di tanggal 20 an bulan november 2019 aku sempat mengalami SVT. Sehingga aku bisa dapat surat rujukkan ke faskes tingkat kedua. Tapi karena puskesmas tau aku sedang dalam masa pengobatan pleuritis TB jadi aku di kasih rujukkan ke poli paru. Padahal waktu itu yang bermasalah jantungku sehingga lagi-lagi untuk penanganan cepat tanggap mengatasi SVT ku yang tidak kembali normal aku berobat mandiri lagi di RSUP wkkwkwkw. Untuk cerita ini kapan-kapan aja ya aku ceritanya, kalo sempat dan semangat ber-karlota hehehe.

Singkat cerita aku jadi kepikiran untuk meminta surat rujukan untuk ke poli paru RSUP lewat RS tingkat kedua rujukkan pukesmas. Oh ya, untuk yang belum tau, surat rujukkan BPJS dari puskesmas berlaku 3 bulan lamanya ya. Jadi saat kamu dapet surat rujukannya bisa kamu fotokopi dulu untuk jaga-jaga biar bisa di pake berulang kali ke faskes kedua. Biar nggak perlu dateng lagi ke puskesmas. Karena kalo kamu dateng ke puskesmas buat minta surat rujukan lagi paling cuma di bantu ngeprint aja. Untuk masa berlakunya tetep sama dengan print-nan yang kamu pake sebelumnya. Jadi daripada buang waktu mending kamu fotokopi dan simpan surat rujukan BPJS dari puskesmas untuk ke faskes tingkat kedua. 

Tanggal 7 Desember 2019

Hari ini aku berobat ke RS rujukan BPJS tingkat kedua. Aku berobat ke poli parunya karena rujukannya memang ke poli paru. Saat bertemu dokter paru disana aku mengatakan kalau sedang dalam terapi OAT pleuritis TB. Dan bermaksud meminta surat rujukan agar bisa melanjutkan pengobatan disana. Akhirnya dokter memberikan surat rujukan ke faskes tingkat ketiga/lanjutan. 

Surat rujukan yang aku dapat dari faskes tingkat kedua untuk ke faskes tingkat ketiga berupa surat rujukan dan surat elegibilitas. Surat rujukan kali ini bentuknya berbeda dari yang di dapet di puskesmas. Ini bentuknya lebih ke surat cetakan online gitu. Ada lembar putih, kuning dan pink nya.

Tanggal 10 Desember 2019

Untuk pertama kali akhirnya aku berobat ke poli paru RSUP menggunakan BPJS. Kali ini aku datang lagi ke poli paru infeksi untuk konsul terkait hasil pemeriksaan ronsen dada dan urine lengkap.

Ronsen toraks paramita lab
Gambaran paru setelah sebulan terapi OAT

Dokter mengatakan hasil ronsen dadaku bagus. Sudah ada perbaikan pada pleuraku. Sudah tidak ada lagi  produksi cairan berlebih di pleura ini berarti OAT bekerja dengan sangat baik di tubuh. Hasil urine ku juga sudah baik. Alhamdulillah. Aku juga mengeluhkan mengalami nyeri sendi, dokter berkata itu tidak apa-apa pengaruh dari obat pirazinamid yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah.

Dokter selalu mengingatkan agar semangat minum obat dan tidak putus obat, agar bisa sembuh. Kemudian dokter juga memberikan surat pengantar pemeriksaan sputum untuk di akhir pengobatan bulan kedua ini. Hasilnya nanti diminta untuk di bawa saat kontrol di akhir bulan desember ini. Untuk konsul kali ini aku sama sekali tidak mengeluarkan uang, semua tercover BPJS.

Tanggal 27 Desember 2019

Hari ini sesuai jadwal aku ke laboratorium RSUP untuk meminta wadah pemeriksaan sputum/ dahak. Seperti yang sebelumnya aku di beri pengarahan untuk pengambilan sputum. Satu botol untuk dahak sebelum tidur malam, satunya lagi setelah bangun tidur. Sesuai arahan aku melakukannya.

Tanggal 31 Desember 2019

Hari ini aku kontrol sesuai jadwal kartu kuning penanggulangan TB, dengan membawa hasil pemeriksaan sputum. Hasil pemeriksaan sputumku negatif, kata dokter ini membuktikan memang tidak salah dalam pengambilan sputum di awal terapi kemaren dulu. Dan dengan hasil ini juga membuktikan aku tidak berpotensi menularkan penyakit ini ke orang lain.

Kontrol kali ini sudah masuk di akhir babak pengobatan fase intensif. Sehingga aku akan mulai dengan terapi fase lanjutan. Dimana aku hanya mengkonsumsi 2 obat saja, yaitu Rimfacipin dan isoniazid. Untuk dosisnya lagi-lagi di tentukan sesuai BB ya. Aku juga masih mendapatkan vitamin B6 setiap hari dan curcuma. Cuma kali ini curcuma diminum sehari sekali saja.

Mulai nanti saat obat merah/ 4FDC habis aku akan mengkonsumsi obat rimfacipin dan isoniazid secara terpisah. Karena kebetulan di RSUP tidak ada obat kombinasi kedua jenis obat ini. Minum obat yang kali ini juga seminggu 3 kali saja, dan sesuai kesepakatan obat ini diminum hari senin, rabu dan jumat. Disinilah terkadang godaan putus obat dan lupa minum obat muncul. Sehingga memang harus bertekat kuat dan semangat sembuh serta dukungan dari orang sekitar atau keluarga berperan penting.

Untuk aku pribadi, selain di bantu diingatkan orang-orang terdekat, aku memasang alarm di hape setiap hari senin, rabu, jumat jam setengah 6 pagi. Selain itu aku juga menulis jadwal tersebut di cermin kamarku. Hal ini bermanfaat banget loh! Jadi kita selalu teringat jadwal minum obat. Insha Allah nggak bakalan terlewat. Aku sudah membuktikannya! Tapi yang pasti emang niat dari diri sendiri sih, karena seiring berjalannya waktu orang-orang disekitarmu juga nggak bisa kamu harapkan untuk selalu ngingetin kamu setiap saat untuk minum obat. Jadi emang harus niatan kuat untuk sembuh dari diri sendiri!

Tanggal 15 Januari 2020

Sudah beberapa bulan ini aku mengalami nyeri sendi. Dan akhir-akhir ini rasanya parah banget. Rasanya benar-benar sakit sampai sulit berjalan. Bahkan saat aku naik turun tangga aku seperti kepiting, berjalan samping. Bangun tidur juga badan rasanya nggak seger malah berasa habis maraton dan dipukuli sekampung wkwkww, capek banget. Tapi aku pikir karena pengaruh obat pirazinamid kata dokter sih begitu. 

Tanggal 23 Januari 2020

Karena aku sudah tidak tahan lagi dengan nyeri sendi ini, padahal obat piraziramid sudah tidak aku konsumsi setengah bulanan lebih akhirnya aku memutuskan untuk datang ke dokter paru untuk berkonsultasi. Saat bertemu dengan dokter, aku menceritakan keluh kesahku terkait dengan nyeri sendi yang kualami. Karena aku sudah tidak mengkonsumsi obat piazinamid maka kata dokter kemungkinan aku sudah tidak merasakan nyeri sendi akibat obat tersebut. Perlu di ketahui pirazinamid dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Akhirnya dokter memberikan aku surat pengantar untuk pemeriksaan asam urat hari ini dan diminta membawa hasilnya saat kontrol akhir bulan januari.

Tanggal 28 Januari 2020 

Hari ini pagi-pagi sekali aku sudah ke laboratorium RSUP untuk mengambil hasil pemeriksaan asam urat. Setelah hasil sudah ditangan saatnya aku kontrol untuk pengambilan rutin OAT. Saat bertemu dokter akupun memperlihatkan hasil peeriksaan asam urat. Dokter berkata asam uratku normal, harusnya aku tidak merasakan nyeri sendi lagi. Tapi karena aku masih mengalami keluhan nyeri sendi yang mengganggu akhirnya aku di rujuk internal ke poli penyakit dalam sub spesialis rheumatoid arthritis.

Sehabis kontol dari poli paru aku langsung melanjutkan untuk periksa ke poli penyakit dalam. Disana aku kembali menceritakan keluhan yang ku alami. Akhirnya dokter memberikan surat pengantar untuk pemeriksaan darah yang meliputi darah lengkap, tiroid, pemeriksaan protein spesifik dan pemeriksaan ronsen pada bagian-bagian sendi yang ku merasa nyeri. Untuk total harganya pemeriksaan ini bikin aku kaget. Semua pemeriksaan ini mencapai harga 1,5 jutaan lebih. Itu belum termasuk obat dari paru, konsul dokter paru dan dokter penyakit dalam. Untung semua bisa tercover oleh BPJS. Untuk cerita tentang rheumatoid arthritis ini juga kapan-kapan aja ya jika aku sempat dan semangat ber-karlota.

Bulan APRIL yang ku tunggu-tunggu

Sampailah pada bulan april yang ku tunggu-tunggu. Dimana ini merupakan bulan terakhir pengobatan pleuritis TB ku. Aku sangat happy mengingat bulan ini bulan puasa. Aku sudah tidak sabar untuk ikut berpuasa bulan ini!

Tanggal 21 April 2020

Hari ini aku kontrol ke dokter paru. Karena ini sudah memasuki bulan akhir pengobatan TB, sudah 6 bulan pengobatan. Maka aku kembali diberi surat pengantar untuk melakukan ronsen toraks dan usg abdomen untuk melihat masih ada tidaknya cairan dalam perutku. Dokter juga memberikan surat pengantar pemeriksaan sputum/ dahak untuk tanggal 23 april 2020, tepat satu hari setelah OAT ku selesai. Aku juga di jadwalkan untuk bertemu dokter lagi tanggal 24 April 2020 untuk melihat semua hasil pemeriksaan.

Tanggal 24 April 2020

Aku datang kembali ke poli paru dengan membawa semua hasil pemeriksaan. Baik hasil ronsen toraks, usg abdomen dan hasil sputum. Hasil sputum menunjukkan negatif, ronsen toraks juga sudah menunjukkan paruku sudah baik dan kembali mengembang normal. Hasil usg abdomenku juga sudah tidak ditemukan cairan lagi. Per hari ini aku dinyatakan sembuh oleh dokter. Alhamdulillah!

Ronsen toraks di RSUP
Gambaran paru evaluasi pengobatan bulan ke 6

Pesan dan kesan

Saat aku mengalami sakit ini aku belajar kesabaran, ketelatenan dan pasrah kepada Allah SWT bawa ini memang jalan hidupku.  Jalan yang sudah memang dituliskan untukku. Aku bisa pahami mungkin sebagian banyak orang yang terkena penyakit TB akan merasa tidak percaya dan menyalahkan tuhan. Selalu bertanya-tanya kenapa bisa dapat sakit ini.

Tapi kembali lagi, semua yang kita alami pasti ada hikmahnya. Dan dari sakit ini aku dapat hikmah yang luar biasa. Aku jadi tahu bahwa semua keluargaku sangat mencemaskanku, sangat menyayangiku. Ingat banget aku, saat aku sakit ini dan lagi di puncak-puncaknya sesak nafas seperti orang mau meninggal, disitu mamakku menggosok badanku dengan minyak tawon, Almarhum bapakku memijat lembut kakiku sampai ketelapak kakiku agar aku bisa tertidur pulas. Aku sangat bisa melihat curahan kasih sayang mereka. Yah, mendadak aku jadi nangis mengingat masa-masa itu. 

Buat semua orang yang sedang berjuang melawan sakit TB tetap semangat ya! Jangan sampai putus obat! Kalian pasti bisa sembuh. Penyakit TB bisa disembuhkan karena ada obatnya. Jangan merasa sehat saat sudah selesai pengobatan fase intensif. Jangan merasa lelah dan capek dengan rutinitas minum obat! Pengobatan HARUS di tuntaskan sampai akhir agar tidak menjadi resisten.

Penyakit TB bukan penyakit aib. Kurangnya pengetahuan yang membuat lingkungan sekitar malu untuk berobat dan mengucilkan orang yang sedang berjuang dengan penyakit TB. Ayo kita harus melek akan penyakit ini! Penyakit ini masih menjadi penyakit menular dan mematikan nomer 1 didunia. Kita harus berjuang bersama-sama untuk mendukung orang-orang yang sedang mengobati penyakit TB. Kita juga jangan malu untuk berobat dan menuntaskan pengobatan jika terkena penyakit TB.

Sekian cerita aku mengenai perjalananku sebagai penyintas pleuritis TB. Semoga ada informasi yang bisa di peroleh, dan bisa bermanfaat. Tetap semangat dan tetap sehat semuanya! Sampai jumpa di postingan selanjutnya! 🙂

Perkenalkan, namaku istapuspit. Aku suka menulis dan sharing. semoga informasi di blogku bermanfaat ya

Leave a Reply

Your email address will not be published.