September Tahun 2020, tahun terberat, Covid-19 Merenggut Nyawa Bapakku Begitu Cepat

Tidak terasa tahun 2020 akan berakhir. Tahun ini menjadi tahun yang berat untuk semua orang tidak terkecuali aku. Tahun ini dunia di hebohkan dengan adanya pandemi virus corona. Karena wabah virus corona ini banyak keluarga yang kehilangan anggota keluarganya termasuk aku. Aku kehilangan bapakku yang sangat ku cintai di tahun 2020 ini.

Di penghujung tahun 2020 ini izinkan aku untuk bercerita hal yang paling membuatku sedih selama aku hidup. Hal terberat yang ku alami sepanjang usiaku. Kepergian bapakku cukup membuatku kaget. Begitu singkat dan sangat cepat terjadi sehingga akupun tidak sempat berpamitan dengannya.

Awal Mulanya Gejala

Hari itu aku ingat betul tanggal berapa bapakku mulai merasakan gejala. Tepat pada tanggal 25 Agustus 2020 bapakku mulai merasakan meriang, dan saat di cek suhunya memang benar suhu tubuh bapakku saat itu 37.3 derajat celsius. Tidak ada gejala lain yang di rasakan bapakku saat itu. Karena suhunya agak tinggi kami di rumah memberikan obat sunmol untuk menurunkan panasnya.

Ternyata obat sunmol tidak memberi pengaruh yang banyak. Walau sudah kami berikan 4 kali dalam sehari per 6 jam kondisi panas bapakku tidak menurun, seperti siklus naik turun saja. Saat minum obat turun, kemudian kembali naik. Pada tanggal 27 Agustus 2020 suhu bapakku sudah memasuki angka 37.8 derajat celsius dengan munculnya gejala pegal- pegal dan nyeri otot. Napsu makan juga sudah berkurang banyak. Bapakku sudah tidak napsu makan sama sekali. Bahkan untuk pertama kalinya bapakku makan bubur sebagai menu makan sehari-harinya. Padahal aku tau betul bapakku bukan orang yang bakalan makan bubur sesakit apapun dia.

Saat melihat kondisi bapakku yang berbeda dari biasanya aku menjadi semakin cemas. Apa bapakku tertular virus corona? Mengingat daerah rumahku memang sedang ada cluster soto lamongan dan bapakku memang termasuk rajin untuk pergi ke masjid di dekat rumah. Untuk cluster soto lamongan sendiri sekitar 16 orang sedang terkena dan lagi isolasi mandiri bersama di balai RW.

Tanggal 28 Agustus 2020 demam bapakku semakin meningkat. Suhunya sudah mencapai angka 38 derajat celsius. Masih dengan pegal-pegal dan nyeri otot. Matanya pun mulai memerah. Wajahnya juga merah sekali seperti tomat. Napsu makan semakin berkurang. Bubur yang di berikan mamakku mulai tidak habis dimakan.

Kondisi Tidak Mengalami Perubahan

Tanggal 29 Agustus 2020 demam bapakku semakin meningkat, suhu sudah mencapai 38.5 derajat celsius. Dan tetap sama, suhu menurun saat diberikan obat penurun panas namun kembali naik lagi. Sekarang gejala yang di alami bapakku bukan hanya demam, pegal-pegal dan nyeri otot, tapi mulai muncul napas dengan cepat dan tersengal-sengal. Saat aku bertanya apa sesak nafasnya pak? Bapakku berkata tidak dan aku percaya pada ucapannya. Padahal kalo di lihat nafas bapakku sudah engap.

Demam bapakku tidak kunjung turun. Seperti berita yang beredar, salah satu gejala terkena virus covid-19 adalah demam yang tinggi. Dan kondisi demam bapakku sampai tanggal 31 Agustus 2020 semakin tinggi. Sudah sampai 39.5 derajat celsius. Walau minum obat pun suhu turun tidak bertahan lama.

Oh ya, bukannya aku sekeluarga tidak mau membawa bapakku ke klinik/ rumah sakit. Tapi memang bapakku yang selalu menolak dan tidak mau di bawa ke dokter. Berharap akan sembuh sendiri. Namun karena tidak kunjung membaik, maka aku dan mamakku memutuskan untuk mambawa bapakku berobat esok hari.

Tanggal 1 September 2020

Hari itu kami langsung pergi ke klinik. Benar saja, dokter di klinik curiga takutnya bapakku terkena virus corona. Dikarenakan sakit demam yang tak kunjung sembuh disertai nyeri otot. Dokter pun langsung memberi rujukkan ke rumah sakit. Hari itu juga kami langsung pergi ke rumah sakit begitu mendapatkan rujukkan dari dokter klinik.

Sesampainya di rumah sakit bapakku langsung di arahkan menuju ke poli klinik khusus covid di rumah sakit tersebut. Tak begitu lama bapakku di periksa dokter dan diberikan beberapa pertanyaan. Mengingat kami tinggal di daerah cluster soto lamongan. Bapakku bercerita bahwa tidak bertemu sama sekali dengan penderita cluster lamongan. Hanya saja ternyata bapakku sempat bertemu sebentar dengan takmir mesjid yang rupanya takmir tersebut sempat bertemu dengan suami dari penderita covid-19 cluster soto lamongan (yang rupanya setelah di tracking swab pcr juga positif terkena covid-19). Pertemuan itu sekitar kurang lebih seminggu yang lalu.

Setelah selesai bertemu dengan dokter, dokter menyarankan untuk tes darah lengkap dan ronsen dada. Dokter pun mengatakan agar segera kembali membawa hasilnya nanti untuk berkonsultasi. Setelah itu, kami pun langsung bergegas untuk melakukan pemeriksaan. Setelah semua pemeriksaan selesai, dibutuhkan waktu sekitar 1 jam untuk mengetahui hasil tes darah dan ronsen dada.

Kamipun kembali untuk mengambil  hasil setelah 1 jam. Karena begitu penasaran aku membuka hasil dari pemeriksaan. Hasil darah menunjukkan bahwa baik-baik saja tidak ada masalah. Tapi begitu membuka hasil ronsen aku langsung lemas. Bagaimana tidak disitu tertuliskan kesan hasil menunjukkan bronkopneumonia. 

Ha?! Aku tidak percaya! Bapakku kena pneumonia? Kok sudah sampe kena peradangan di bronkus dan alveolusnya? Kok bisa? Aku masih bertanya-tanya sendiri. Mengingat bulan Maret 2020 kemaren, bapakku sempat menjalani operasi prostat. Dan syarat operasi saat itu juga harus melihat hasil ronsen. Dan hasil ronsen bapakku baik tidak ada masalah sama sekali. Tapi kenapa sekarang parunya bisa sampai kena bronkopneumonia?

Konsultasi Ke Dokter

Akhirnya kami kembali ke dokter untuk konsultasi. Begitu melihat hasil bapakku yang kurang baik. Dokter menyarankan untuk di lakukan rapid tes. Waktu itu rapid tes belum beda-beda seperti sekarang. Rapid tes masih menggunakan rapid tes antibodi. 

Dokter juga meminta bapakku untuk di rawat di rumah sakit. Mengingat usia yang sudah tidak muda lagi. Usia bapakku sudah 60 tahun dan sedang mengalami bronkopneumonia. Sehingga dokter menyarankan untuk di rawat inap.

Setelah itu kami pindah ke IGD untuk di lakukannya rapid tes. Hasil rapid tes bapakku saat itu jadi dalam waktu 3 jam. Itu sudah termasuk cepat. Setelah 3 jam menunggu, hasil rapid tes sudah jadi. Dan lagi-lagi, kami kaget dengan hasilnya. Dimana disitu menunjukkan hasil IgM yang  mengalami peningkatan/ reaktif. 

Dokter langsung mengatakan agar bapakku di rawat inap dan di masukkan ke ruang isolasi khusus covid malam itu juga. Untuk berjaga-jaga semisal memang nanti dinyatakan positif setelah swab. Tapi bila hasilnya negatif maka bapakku akan di pindahkan ke ruang rawat inap biasa.

Setelah itu dokter meminta kami (aku, mamakku dan adekku) untuk dilakukan rapid tes. Untuk melihat apakah kami juga ada yang mengalami reaktif. Kami pun segera melakukan rapid tes, dan hasil muncul 3 jam kemudian. Alhamdulillah hasil kami bertiga semuanya non reaktif. Baik dari IgM maupun IgG.

Malam itu tanggal 1 September 2020 bapakku akhirnya di rawat inap di isolasi covid yang belum terkonfirmasi. Dan di jadwalkan untuk di swab pcr besok harinya tanggal 2 September 2020.

Tanggal 2 September 2020

Saat bapakku di rawat inap, mamakku menemani bapakku. Untuk membantu bapakku dalam hal makan dan lain-lain. Hari ini bapakku di rencanakan untuk di lakukan swab pcr. Kata mamakku saat itu kondisi bapakku semakin sesak. Tapi bapakku masih belum mengakuinya.

Tanggal 3 September 2020

Hari ini bapakku kembali di jadwalkan untuk di swab pcr dan ronsen ulang. Mamakku juga sempat memberi kabar bahwa bapakku tidak ingin menonton tv atau mendengar suara-suara. Katanya suara terdengar begitu bising di telinga bapakku.

Tepat sore hari selepas maghrib mamakku berkata bahwa hasil swab bapakku sudah jadi. Dan hasilnya positif, sehingga bapakku harus pindah ke ruang rawat inap isolasi khusus covid. Keadaan bapakku juga semakin sesak. Tapi bapakku masih belum mengakuinya. Untuk makan bapakku sudah lebih bersemangat. Ada keinginan untuk sembuh.

Tanggal 4 September 2020

Dini hari sekitar jam 3 pagi bapakku terlihat begitu sesak, sehingga mamakku segera memanggil perawat untuk meminta bantuan. Kata mamakku waktu itu bapakku nafasnya sudah sangat tersengal-sengal, seperti orang yang sudah mau pergi saja. Akhirnya bapakku mengakui kalo nafasnya terasa berat sehingga diberikan oksigen menggunakan nasal kanul 4 l/menit.

Karena kondisi bapakku yang semakin kurang baik, maka selepas maghrib perawat memindahkan bapakku ke kamar yang berseberangan dengan nurse station. Hal ini dilakukan agar bapakku mudah di awasi.

Saat siang hari nafas bapakku makin terasa sesak, sehingga dokter mengganti pemberian oksigen tidak menggunakan nasal kanul lagi, melainkan meggunakan masker RM 12 l/menit. Hasil pemeriksaan darah juga menunjukkan kurang baik, darah bapakku mengalami penggumpalan sehingga harus diberi obat untuk membantu memperlambat proses penggumpalan darahnya. Hasil ronsen juga sudah jadi, hasil menunjukkan perburukan pada kedua paru-paru bapakku.

Saat itu mamakku di beri tahu oleh dokter semisal ada perburukkan kemungkinan akan di pasang ventilator. Dan kami sekeluarga menyetujuinya semisal hal itu terjadi.

Oh ya, karena bapakku sudah positif terkonfirmasi covid-19 maka pihak rumah sakit menghubungi dinas kesehatan, lalu dinas kesehatan menghubungi ke puskesmas daerah rumah kami. Aku, adekku dan mamakku terkena tracking untuk di lakukan pemeriksaan pcr di puskesmas. Pemeriksaan di jadwalkan di hari senin tanggal 7 September 2020.

Tanggal 5 September 2020

Hari ini kata mamakku, bapakku lebih semangat makannya. Aku dan adekku pun senang mendengarnya. Kami (aku dan adekku) telponan dengan bapak dan mamakku. Bertanya kabar dan kami sempat menangis. Aku ingat betul saat itu bapakku berkata agar kami tidak usah menangis. Kami harus kuat menghadapi cobaan ini. Agar bisa naik kelas. Lalu bapakku juga berkata, tidak usah sedih bapak nanti pulang. 

Selepas telponan mamakku bercerita di chat habis membantu bapakku buang air besar. Kata mamakku kotoran bapakku begitu banyak. Saat aku membaca chat mamakku, aku merasa cemas. Kok tumben bapak buang air besar sebanyak itu, biasanya tidak begitu (bapakku pernah cerita kalo jarang sekali bisa buang air besar banyak). Feelingku tidak enak sekali, apa jangan-jangan ini pertanda. Tapi aku berusaha menampik hal itu, kemudian aku meminta mamakku untuk memfotokan kondisi bapakku hari itu. Betapa terkejutnya aku melihat bapakku yang sedang duduk diatas kasur menggunakan masker oksigen dengan banyak alat disampingnya. Bukan karena peralatan medis yang membuatku kaget, melainkan aura bapakku yang muncul di foto itu. Bapakku terlihat beda. Seperti akan pergi…

Setelah maghrib mamakku mengabariku bahwa bapakku akan di pindah ke icu isolasi. Pikiranku makin kacau. Seburuk itu kah kondisi bapakku? Kata mamakku, bapakku di pindah ke icu isolasi agar bisa lebih intensif di pantau. Tapi kurasa bapakku di pindah kesana karena kondisinya yang memburuk.

Tanggal 6 September 2020

Karena bapakku berada di ruang icu isolasi, sehingga mamakku tidak bisa menemaninya. Mamakku berada di kamar penunggu di belakang kasur ruangan bapakku. Mereka terpisahkan oleh dinding dan kaca bertirai. Tirai kaca tersebut hanya dibuka saat maghrib sampai jam 7 malam saja. Selebihnya selalu dalam keadaan tertutup.

Saat jam tirai di buka, kami semua langsung bervideo call. Kami senang melihat bapakku yang mulai napsu makan dan melambaikan tangan. Aku seperti melihat ada harapan dan bapakku baik-baik saja. Kondisi bapakku masih sama, masih menggunakan masker oksigen.

Tanggal 7 September 2020

Hari ini jadwal kami (aku, adekku dan mamakku) untuk di swab di puskesmas. Aku menjemput mamakku dulu di rumah sakit, baru bersama-sama kami menuju ke puskesmas. Kami di swab tepat pada pukul 12.00 setelah aktivitas kegiatan puskesmas telah selesai. Ini pertama kalinya aku merasakan di swab. 

Kesan pertama saat aku di swab tidak sesakit yang ku bayangkan dan orang-orang katakan. Hanya terasa pedas saat sudah selesai di lakukan sampai mata mengeluarkan air mata.

Oh ya hari ini bapakku di jadwalkan untuk kembali di ronsen dada. Aku berharap hasilnya baik. Sore haripun kami melakukan video call dan aku sangat senang karna bapakku begitu bersemangat.

Tanggal 8 September 2020

Sore hari seperti biasa selepas solat maghrib kami video call seperti kemaren. Aku sangat senang melihat bapakku yang semakin semangat makan. Makanan bapakku juga habis dimakan. Bahkan kata mamakku tadi pagi bapakku meminta roti mocca dan pisang. Aku sangat senang mendengarnya. Bapakku mulai semangat untuk makan. Bapakku juga sangat bersemangat saat video call. Melambaikan tangannya dengan begitu bersemangat.

Tanggal 9 September 2020

Hari ini aku mendapatkan kabar dari puskesmas bahwa hasil swab pcr kami sudah keluar. Hasilku dan adekku negatif, tetapi mamakku rupanya positif covid-19. Hah! Cobaan apalagi ini? Kenapa kedua orang tuaku terkena semua.

Akhirnya karena mamakku positif maka kami semua harus isolasi mandiri dirumah. Sebelum pulang ke rumah, mamakku melakukan beberapa tes di rumah sakit karena mamakku memiliki penyakit komorbid. Hasil pemeriksaan darah dan ronsen mamakku semua alhamdulillah bagus. Sehingga kami bertiga melakukan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari.

Aku sedih, karena berarti bapakku harus berada di rumah sakit sendirian. Benar-benar sendiri karena berada di ruang isolasi, dan itu ruang icu pula. Pihak icu rumah sakit meneleponku dan berkata akan menjaga bapakku selama kami di isolasi. Dan aku meminta tolong untuk menyampaikan kepada bapakku kalo kami semua harus isolasi mandiri di rumah sehingga tidak ada yang bisa menemani di rumah sakit.

Tanggal 10 September 2020

Kami memulai isolasi mandiri di rumah. Karena aku dan adekku tidak positif maka kami bertugas untuk melakukan pekerjaan rumah. Sedangkan mamakku berada di dalam kamar saja. 

Hari itu aku merasa sangat kalut. Aku berharap tidak mendengar bunyi telepon dari hapeku. Itu berarti bapakku dalam kondisi baik-baik saja. Dan alhamdulillah hari ini berjalan dengan baik. Aku tidak menerima telpon sama sekali dari pihak rumah sakit.

Tanggal 11 September 2020

Hari ini, hari kedua kami isolasi di rumah. Pagi ini aku juga di hubungi via chat oleh pihak icu, bahwa bapakku akan dilakukan pemeriksaan ronsen lagi. Perawat icu juga berkata bahwa bapakku ingin sekali makan roti mocca atau coklat dan pisang.

Aku berkata akan segera membelikannya. Tapi karena masih banyak pekerjaan di rumah aku baru akan pergi pukul 10 pagi. Sampai akhirnya pihak icu menelepon untuk mengingatkanku bahwa bapakku ingin sekali roti mocca dan pisang. Akupun segera pergi untuk membelikan pesanan bapakku.

Malam hari hapeku berbunyi. Perasaanku langsung kalut, aku takut terjadi apa-apa dengan bapakku. Rupanya pihak rumah sakit memintaku untuk datang ke rumah sakit karena ingin meminta tanda tangan surat penolakan pemasangan ventilator.

Sesampainya aku disana aku diberi penjelasan bahwa bapakku menolak dilakukan pemasangan ventilator. Kemudian aku bertanya berapa saturasi bapakku saat itu, dan perawat mengatakan bahwa saturasi bapakku 85 persen. Aku bertanya apa tidak bisa dilakukan pemasangan ventilator saja? Dokter berkata karena pasien masih sadar maka keputusan full masih ditangan pasien. Dan aku menerima keputusan bapakku untuk menolak pemasangan ventilator.

Tanggal 12 September 2020

Malam hari pihak rumah sakit kembali memanggilku untuk menandatangani penolakan pemasangan ventilator. Hari ini bapakku kembali diedukasi oleh dokter untuk pemasangan ventilator. Tapi lagi-lagi bapakku menolak untuk di lakukan pemasangan ventilator. Dokter dan perawat memaklumi, karena semua pasien lain di icu pada tidak sadarkan diri. Jadi ada ketakutan dan trauma sendiri untuk bapakku. Perawat juga berkata bapakku semakin sulit tidur. Tidak bisa tidur malam dan hanya bisa tidur saat sore hari. Itupun cuma 2 jam saja.

Saat aku datang ke rumah sakit untuk menandatangani berkas aku kembali bertanya kepada dokter, apa tidak bisa di lakukan pemasangan ventilator saja? Dan lagi-lagi jawabannya tidak bisa selama pasien masih sadar dan menolak dilakukan tindakan. Kecuali saat pasien sudah tidak sadarkan diri maka petugas boleh melakukan pemasangan ventilator. Aku kembali menerima keputusan penolakkan bapakku.

Kemudian aku bertanya seberapa buruk kondisi bapakku saat ini? Kemudian dokter kembali dengan membawa hasil ronsen tanggal 7 September dan 11 September 2020. Hasil itu hanya berjarak 4 hari, tapi gambaran yang terlihat menunjukkan perburukan yang sangat signifikan. Paru-paru bapakku sudah semakin banyak yang putih. Ia putih! bukan sekedar kabut lagi :(.

Foto Ronsen Toraks Bapakku

Seketika aku lemas melihat hasil ronsen tersebut. Karena aku ada sedikit basic tentang ilmu kesehatan aku langsung tau apa yang terjadi pada bapakku akan sulit disembuhkan. Dan benar saja, dokter mengatakan bahwa paru bapakku sebagian besar sudah terendam cairan dan nanah sehingga parunya tidak bisa mengembang dan mengempis dengan sempurna. Makanya disarankan untuk pemasangan ventilator tapi bapakku menolak untuk dipasang. Akupun langsung menangis saat diberitahu tentang kondisi bapakku.

Aku juga bertanya berapa persentase saturasi bapakku sekarang, dan dokter berkata sekarang sudah mencapai 75 persen. Tapi bapakku masih bisa bernafas sendiri. Sangat sulit dipercaya kata dokter dan perawat. 

Tanggal 13 September 2020

Hari ini pada pukul 09.00 WIB teleponku kembali berdering. Pihak dokter icu mengatakan bahwa kondisi bapakku sekarang harus di pasang ventilator dan bapakku sudah menyetujuinya. Aku tanya berapa persentasi saturasi bapakku, dan dokter pun berkata hanya 64 persen. Dokter pun memberi waktu aku untuk bersiap-siap ke rumah sakit untuk menandatangani surat persetujuan tindakan. Dokter memberi waktu 30 menit untuk sampai di rumah sakit dan aku menyanggupinya.

Belum ada 30 menit dokter kembali menelepon dan meminta izin untuk dilakukan tindakan sekarang juga, karena kondisi sudah tidak memungkinkan untuk menunggu lagi. Dan aku pun memberikan izin. Padahal posisiku sudah tidak jauh dari rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit prosedur pemasangan ventilator telah selesai. Akupun sudah menandatangani surat persetujuan pemasangan ventilator. Dokter dan perawat tidak bisa menjanjikan kapan ventilator akan di lepas dan apakah pemakaian ventilator ini dapat menyelamatkan nyawa bapakku. Akupun mengerti.

Sebelum aku pulang aku meminta perawat untuk membukakan tirai jendela kamar bapakku. Ada perasaan yang berbeda sehingga aku berkata pada adekku untuk melihat bapakku. Mungkin saja ini kesempatan kami melihat bapakku untuk terakhir kalinya. Saat melihat bapakku yang sudah tertidur dengan dipasang ventilator aku dan adekku menangis. Kami juga menghubungi kakakku menggunakan video call. Agar kakakku juga melihat kondisi bapakku saat itu.

Malam yang Sendu dan Menyedihkan

Sore hari hapeku kembali berdering. Firasatku buruk. Dan benar saja, perawat mengatakan kondisi bapakku semakin menurun. Sudah di pasang ventilator dengan menggunakan oksigen 100 persen tetapi tetap tidak mengalami perubahan. Paru bapakku malah mengalami penurunan. Sekarang saturasi oksigen bapakku hanya 40 persen.

Perawat berkata tidak bermaksud mendoakan hal yang lebih buruk, tapi melihat kondisi bapakku sekarang dengan saturasi hanya 40  persen padahal sudah diberikan oksigen 100 persen melalui ventilator, perawat meminta pihak keluarga untuk segera mencarikan dan menyiapkan tanah liang lahat. Karena sewaktu-waktu kondisi bapakku bisa memburuk, dengan kata lain meninggal dunia. Pihak rumah sakit juga memberi tahu batas waktu jenazah (jika bapakku meninggal) sampai dikuburkan hanya 4 jam saja. Sehingga harus dipersiapkan dari sekarang.

Setelah selesai telponan dengan pihak rumah sakit, akupun segera menghubungi pak RT. Aku meminta bantuan pak RT untuk mencarikan liang lahat untuk kemungkinan terburuk jika bapakku tidak bisa di selamatkan. Dan meminta tolong sekali karena pihak rumah sakit sudah berpesan memberikan waktu hanya 4 jam untuk di kuburkan saat jenazah keluar dari rumah sakit. 

Aku segera menelepon kakakku untuk memberi kabar tentang kondisi terkini bapakku. Kakakku berkata untuk berdoa dan membaca surat yasin selepas maghrib. Meminta untuk diberikan yang terbaik menurut Allah SWT.

Sehabis maghrib aku melakukan apa yang disuruh kakakku. Tepat setelah aku menyelesaikan membaca surat yasin hapeku kembali berbunyi. Aku di beri kabar untuk segera ke rumah sakit. Bapakku mengalami henti jantung.

Aku langsung mengabari kakakku terkait kondisi bapakku. Aku berkata kepada kakakku untuk segera ke rumah menemani mamakku agar tidak sendirian. Keyakinanku berkata bahwa kemungkinan besar bapakku tidak bisa diselamatkan.

Jalan Yang Terbaik

Dan benar saja, sesampainya di rumah sakit tepat pukul 20.25 WIB aku bertemu dengan dokter. Dan dokter berkata bapakku telah meninggal dunia pada pukul 20.20 WIB. Bapakku meninggal karena henti jantung akibat dari paru-paru yang sudah tidak bisa mensupply oksigen ke organ jantung. Walaupun dokter sudah melakukan cpr tapi tetap saja bapakku tidak bisa diselamatkan. Aku hanya bisa terdiam. Dan menerima semua yang terjadi. Memang ini jalan yang terbaik yang diberikan Allah SWT. Ini jawaban atas doaku.

Pak RT pun memberi kabar, bahwa warga RW tidak ada yang keberatan bapakku dikuburkan di makam RW. Aku sangat berterima kasih. Warga RT dan RW ku baik sekali karena mau menerima kondisi bapakku.

Kecemasan Yang Belum Berakhir

Ternyata masalah belum berakhir. Setelah dinyakatakan bapakku meninggal dunia kami harus segera mencari orang yang mau menguburkan. Pihak rumah sakit mengatakan bahwa tim covid yang bertugas menguburkan telah dibubarkan. Tim covid BPBD provinsi DIY sudah dibubarkan. Jadi kami harus segera mencari sendiri siapa yang mau membantu menguburkan bapakku.

Aku sungguh kalut saat itu sampai tidak bisa mengeluarkan air mata. Siapa yang mau membantu menguburkan bapakku? Apa kalo tidak ada yang mau membantu berarti kami sendiri selaku anaknya yang menguburkannya. Karena jujur saja, karena sakit ini merupakan wabah, masih banyak yang takut untuk membantu penguburannya. Warga di RT ku bahkan ahli kubur pun tidak ada yang mau dan berani untuk membantu penguburan bapakku.

Aku berdoa terus tanpa henti sambil terus berkoordinasi dengan kakakku. Kakakku mengatakan dia mendapatkan kabar dari  warga RT dan RW bahwa tim covid BPBD Kota Jogja masih aktif. Sehingga kakakku dan warga RT ku membantu untuk berkoordinasi dengan pihak BPBD Kota Jogja.

Di rumah sakit aku juga berkoordinasi dengan perawat disana dan mengatakan bahwa tim covid BPBD Kota Jogja masih aktif untuk membantu penguburan. Hanya saja mereka menerima panggilan jika itu langsung di lakukan oleh pihak instansi. Dimana disini yang dimaksud adalah rumah sakit.

Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB. Kami masih belum mendapatkan kepastian apakah rumah sakit telah menghubungi pihak BPBD Kota Jogja. Saat itu mendadak SVT ku juga ku kumat. Aku dapat merasakan detak jantungku yang begitu cepat. Aku lupa membawa spuit dan obatku. Berkali-kali aku berusaha batuk untuk membantu menurunkan detaknya.

Akhirnya Ada Jawaban

Setelah menunggu begitu lama akhirnya aku mendapat kabar dari pihak rumah sakit kalo tim covid BPBD Kota Jogja sudah di hubungi dan bisa membantu penguburan bapakku. Saat itu juga aku langsung mengabari kakakku. Air mataku langsung jatuh tumpah sejadi-jadinya. Ia, aku menangis haru sekali karena akhirnya ada orang-orang yang mau membantu penguburan bapakku. Aku menangis bukan karena sedih. Melainkan karena terharu masih ada orang yang mau membantu.

Aku mendapatkan kabar baik ini tepat pukul 23.00 WIB. Memang sudah sangat malam sekali. Tapi seperti inilah nyatanya proses untuk pemakaman pasien covid-19 jika sudah tidak ada tim yang membantu penguburan dari pihak rumah sakit dan provinsi. 

Pihak rumah sakit mengatakan akan serah terima jenazah bapakku ke instansi BPBD Kota Jogja jika liang lahat sudah siap. Aku segera mencari tahu lewat kakakku bagaimana kesiapan liang lahat disana. Ternyata Liang lahatnya belum juga siap. Sudah 2 jam di gali tapi belum selesai juga. Kata kakakku memang lama, dikarenakan ini memakai peti mungkin membutuhkan sekitar 3-4 meter kedalaman liang lahatnya.

Dan benar saja, tepat pukul 01.00 WIB tanggal 14 September 2020 liang lahat bapakku baru siap. Aku segera mengabari pihak rumah sakit. Pihak rumah sakit langsung menghubungi tim covid BPBD Kota Jogja.

Pukul 01.15 WIB bapakku di jemput oleh tim BPBD Kota Jogja. Aku masih ingat betul peti putih bapakku yang kembali di balut plastik wrapping keluar dari ruang icu menuju lift. Jalanan yang di lewati oleh peti bapakku disemprot dengan disinfektan.

Peti itu kemudian berjalan menuju lokasi parkiran mobil. Rasanya sedih sekali melihat bapakku di dalam peti yang aku sendiri tidak bisa melihat wujudnya. Tapi lagi-lagi aku berpikir, ini yang terbaik untuk bapakku.

Pemakaman Dilakukan Dini Hari

Dini hari tepat pada tanggal 14 September 2020 pukul 01.55 WIB bapakku telah dikuburkan. Ia, benar-benar dini hari. Tanpa ada warga yang ikut mendoakan. Doa yang bapakku dapatkan hanya al-fatihah dari orang- orang BPBD Kota Jogja yang membantu menguburkan dan tentu saja anak-anaknya. Untuk mamakku sendiri tentu saja tidak bisa, karena beliau sedang isolasi mandiri di rumah.

Aku tidak bisa membayangkan apa yang dirasakan mamakku. Sendirian dirumah sedang masa isolasi mandiri, suaminya meninggal dan sedang dikubur namun tidak bisa melihat untuk terakhir kalinya. Pasti mamakku sedih sesedih-sedihnya. Namun aku pun tidak bisa memeluknya.

Setelah pemakaman selesai tepat pukul 02.30 WIB aku kembali ke rumah. Ternyata warga RT tetanggaku pada menunggu aku dan adekku di pos ronda dari kejauhan. Kami hanya mengangguk mengucapkan terima kasih, karena mereka juga setia menunggu kami sampai prosesi pemakaman selesai walau tidak ikut serta.

Sesampai di rumah kamipun langsung mandi dan bersih-bersih. Waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 WIB. Kami tidak tidur sekalian menunggu subuh datang. Aku, adekku dan mamakku berada di kamar masing-masing sendu menangis dalam sunyi. Ini merupakan malam yang panjang dan menyedihkan bagi kami.

Sekarang

Saat ini tepatnya sudah 3 bulan 18 hari bapakku pergi meninggalkan dunia ini. Entah tertular covid-19 dari obrolan bersama takmir mesjid walaupun itu pakai masker atau karena tertular dari aktivitas adzan di masjid lewat mic. Kebetulan memang bapakku suka kali adzan di masjid. Tapi yang ku tahu pasti ini memang sudah jalan yang di atur oleh Allah SWT. Sudah merupakan jalan yang terbaik.

Kalo ada yang menyatakan virus corona hanya konspirasi semata mungkin harus di pikirkan lagi. Mungkin memang benar hanya konspirasi, tapi virus corona juga benar-benar nyata. Sudah banyak yang mengalami terkena virus ini. Ada yang bisa bertahan hidup, tapi tidak sedikit juga yang akhirnya harus meninggal karena virus ini.

Semoga tahun 2020 yang kelam akibat virus corona bisa segera berakhir. Tahun 2021 tahun baru dengan penuh kebahagian, penuh cahaya, dan harapan. Semoga tahun 2021 bisa segera kembali normal.

Semoga tahun 2021 vaksin sudah mulai tersebar keseluruh penjuru. Mau merek apapun vaksinnya. Dan hasil vaksinnya pun juga berpengaruh kearah yang baik sehingga dunia bisa kembali seperti sedia kala.

Aku percaya, apa yang terjadi pada kita dimasa sekarang ini bukan kutukan. Melainkan ujian yang pasti bisa kita lewati untuk naik tingkat. Percayalah bahwa Allah SWT tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan hambanya.

Jangan lupa untuk selalu mematuhi prosedur gerakan 5M. Udah pada tau kan kalo sekarang bukan 3M lagi? 5M itu adalah: Memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, membatasi mobilisasi dan interaksi serta menjauhi kerumuman. Semangat untuk mematuhi aturannya ya. Agar kita semua bisa terlindungi dan dijauhi dari virus corona. Semoga kita semua sehat-sehat dan selalu dilindungi dan di jauhkan dari virus corona ya.

Terima Kasih

Akhir kata, aku ingin mengucapkan terima kasih kepada tim covid BPBD Kota Jogja yang telah mau membantu menguburkan bapakku. Kepada warga RT 14 dan RW 03 Pandeyan yang sudah mau menerima dan memperbolehkan bapakku untuk di kubur di lingkungan RW. Serta terima kasih kepada kalian yang sudah membaca cerita panjang pengalaman sedihku karena virus corona yang merenggut anggota keluargaku yang kusayangi. Semoga tidak ada lagi yang bersedih karena kehilangan anggota keluarganya. Semoga kalian semua selalu di lindungi dan di beri kesehatan oleh Allah Swt. Aamiin.. Aamiin ya robbal’almin.

Oh ya, untuk yang bertanya biayanya bagaimana saat di rawat karena covid-19 aku ingin menyampaikan bahwa semua biaya di tanggung oleh pemerintah. Benar-benar gratis. Aku nggak bisa membayangkan sih kalo harus bayar, mengingat harga rawat inap di kamar icu tanpa ventilator saja sudah mahal. Aku hanya membayar biaya peti dan disinfektan saja sebelum jenazah bapakku keluar dari rumah sakit.

Update

Sebagai update, mulai september 2020 saat kita terkena covid-19 kebijakannya dari kemenkes setelah melakukan isolasi 14 hari tidak perlu dilakukan swab pcr lagi sampai dinyatakan negatif. Setelah isolasi 14 hari pasien covid-19 sudah dinyatakan sembuh dari covid-19. Dan itu terbukti banget sih sama mamakku. Mamakku melakukan isolasi 14 hari, dan setelahnya tidak dilakukan swab pcr ulang. Karena penasaran 1 bulan setelahnya aku mengajak mamakku untuk swab pcr mandiri dan benar saja, hasilnya mamakku sudah negatif dari virus covid-19, alhamdulillah.

Jadi buat kalian yang mendapatkan kebijakan seperti itu tidak usah bingung, kok tidak di swab pcr ulang sampai dinyatakan negatif. Karena emang sekarang kebijakannya dari kemenkes dan WHO seperti itu. Virus covid-19 sudah tidak menular saat kita selesai melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Semoga informasi ini membantu kalian yang masih bingung ya. Sehat-sehat untuk kita semua!

Terima kasih sudah membaca cerita sedihku. Sampai jumpa lagi di cerita lainnya!

 

Perkenalkan, namaku istapuspit. Aku suka menulis dan sharing. semoga informasi di blogku bermanfaat ya

6 Comments

  • Kusuma Ayu

    Peluk erat untuk Kak Ista yang super kuat…. Al Fatihah untuk bapak, semoga husnul khotimah. Aamiin….. aku baca, air mataku ikut betes. Ceritanya sama persis seperti yang dialami bapakku, dan keluarga kami. Qodarullah kamii
    Sekeluarga tanpa terkecuali positif covid, semua sudah digariskan Allah, insyaAllah ada banyak hikmah yang dpt diambil dan dapat menjadi penggugur dosa. Terima kasih sudah berbagi cerita pengalamannya, semoga semakin banyak orang tersadar akan adanya wabah ini. Smakin banyak orang berhati-hati dan bersikap bijak untuk menekan penyebaran virusnya. Semangat kak Istaa… Semoga semua diberikan kesehatan dan perlindungan Allah SWT… Aamiin…..

    • istapuspit

      ia yuu kamu benar.. ini sudah digariskan Allah SWT. Semua atas ijinnya maka terjadi.. seeng dengernya, kamu sekeluarga bisa sehat kembali. Kamu harus bersyukur banget masih bisa kumpul bareng keluarga lengkap niii. semoga kita semua sehat-sehat yaaa.. aamiin 🙂

  • Lukman

    Assalamualaikum mba ista, aku kaget pas denger berita dukanya di masjid darussalam soal om. Semoga beliau husnul khotimah dan keluarga tetap kuat. Gak kebayang gimana kalutnya ketika tau anggota keluarga ada yg terkena covid. Baca dari awal sampai habis bener2 nunjukin rasa sayangnya mba ista sm bapak. Semoga keluarga sehat selalu mba. Salam dari Bontang. Al-Fatihah buat om.

    • istapuspit

      Wa’alaikumsalam wr.wb.. Makasih banyak doanya yaaa lukman.. Semoga baiknya kembali ke kamu dan sekeluarga.. aamiin ya robbal’alamin.. Semoga kita semua selalu diberi kesehatan dan selalu dalam perlindungan Allah SWT 🙂

  • igoindo

    Innalilahi wa Inna Ilaihi Raji’un
    Aku turut berduka cita ya. Semoga amal Ibadah ayah km diterima disisi Allah.
    Km dan adek kk serta Bunda kamu hrus tetep semangat ya. Btw,gmn kbar bunda km skrg?

    • istapuspit

      Aamin ya robbal’alamin.. terima kasih banyak doanya yaa.. alhamdulillah sekarang sudah sehat kembali dan sudah semangat lagi walau sempat drop dan sedikit depresi karena di tinggal bapak begitu mendadak,tapi alhamdulillah bisa melewatinya dan sekarang sudah kembali bersemangat!

Leave a Reply

Your email address will not be published.